Kamis, 07 Maret 2013

makalah sosiologi (kapita selekta pembelajaran ips)



Tugas : Makalah Sosiologi
Mata Kuliah : Kapita Selekta Pembelajaran IPS
MAKALAH SOSIOLOGI
 








OLEH : KELOMPOK I

1.       YULI LESTARI  (1264041004)                          6. NURLAILATUL QADRI (1264041017)
2.       RAHMA AWALIAH (1264042004)                   7. YUNIARTI (1264041022)
3.       TRI HANDAYANI (1264042026)                      8. SUPRIADI (1264042001)
4.       RITA NOVIA ANITA (1264041006)                  9. ADI ALFARABI(1264041025)
5.       SUNARTI(1264040006)


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
2.      Tujuan
3.      Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulaan
2.      Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA


KATA PENGANTAR
Puji syukur kita  panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat dan hidayat sehigga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dn tanpa halangan yang berarti dan tak lupa pula kita panjatkan shalawat dan salam kepada nabi junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW yang telah mebawa umat mnusia dari zaman jahiliah ke zaman yang muli. Segala sesuatu yang dikerjakan dengan usaha dan doa niscaya akan mendapatkan kemudahan dari Allah SWT.
Terima kasih juga kepada Dosen Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran IPS, yang telah membimbing kami selaku mahasiswa Pend. IPS Terpadu dalam mata kuliah ini sehingga kami bisa mendapat pembelajran yang berharga.



BAB I
(PENDAHULUAN)
1.       Latar Belakang
Sosiologi merupakan ilmu tentang masyarakat, atau ilmu yang mempelajari kehidupan masyarakat dan suatu kelompok. Sosiologi juga merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang membimbing seseorang untuk berlaku adil dan mengetahui hukum dengan sebaik-baiknya. Untuk lebih mendalami definisi sosiologi, berikut dibahas batasan, definisi, dan penyebab perbedaan definisi sosiologi dikalangan para ahli, seperti; Emile Durkheim, Max Weber dan Peter L. Berger.
Secara kebahasaan nama sosiologi berasal dari kata socious, yang artinya ”kawan” atau ”teman” dan logos, yang artinya ”kata”, ”berbicara”, atau ”ilmu”. Sosiologi berarti berbicara atau ilmu tentang kawan. Dalam hal ini, kawan memiliki arti yang luas, tidak seperti dalam pengertian sehari-hari, yang mana kawan hanya digunakan untuk menunjuk hubungan di anatra dua orang atau lebih yang berusaha atau bekerja bersama. Kawan dalam pengertian ini merupakan hubungan antar-manusia, baik secara individu maupun kelompok, yang  meliputi seluruh macam hubungan, baik yang mendekatkan maupun yang menjauhkan, baik yang menuju kerpada bentuk kerjasama maupun yang menunu kepada permusuhan.
Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang berbagai hubungan antar-manusia yang terjadi di dalam masyarakat. Hubungan antar-manusia dalam masyarakat disebut hubungan sosial.
2.      Tujuan
Adapun tujuan dalam membuatan makalah ini ada kita sebagai calon guru pendidikan ilmu pengetahuan sosial dapat mengetahui tentang:
a.      Beberapa macam konsep dalam sosiologi sebagai bahan ajar dalam pembelajaran nantinya.
b.      Generalisasi yang berkaitan dengan masyarakat
c.       Beberapa ahli yang mengemukakan teorinya tentang sosiologi
3.      Rumusan Masalah
a.      Apasajakah konsep sosiolgi yang sedang berkembang dalam masyarakat saat ini?
b.      Jenis generalisasi yng diterapkan dalam masyarakat
c.       Siapa sajakah ahli yang mencurahkan pikirannya tentang sosiologi?


BAB II
(PEMBAHASAN)
A.      Konsep Sosiologi
Pada dasarnya Sosiologi merupakan bagian dari ilmu‑ilmu sosial, sebab obyek menjadi pengamatannya adalah masyarakat (Socius = kawan; logos = bicara/ ilmu). Auguste Comte (1798‑1857), dan Herbert Spencer (1820‑1903) yang merupakan pelopor disiplin Sosiologi juga menekankan, bahwa merupakan studi mengenai masyarakat yang dipandang dari satu segi tertentu.
Masyarakat itu sendiri mempunyai pengertian yang beragam dan tergantung aspek mana yang menjadi pengamatannya. Namun secara umum masyarakat dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang hidup dalam suatu lingkungan, dalam kurun waktu yang cukup sehingga melahirkan budaya dengan satu kesatuan kriteria dan memiliki sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama dalam hubungan keluarga, bertetangga, hidup sekampung, hubungan kekerabatan, hubungan pergaulan, hubungan kerja, hubungan pemerintahan, hubungan formal dan informal, hubungan daerah asal, hubungan bisnis, dan sebagainya, memberikan pengertian serta pemahaman akan budaya dan peradaban, sekaligus etika bergaul dalam kehidupan bersama.
Dalam perkembangannya para sosiolog modern mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang membahas kelompok‑kelompok sosial, atau studi mengenai interaksi‑interaksi manusia dan interelasinya. Pada konteks ini pusat perhatian sosiologi adalah tingkah laku manusia, baik individual maupun kolektif. Dengan demikian Sosiologi merupakan studi mengenai tingkah laku manusia dalam konteks sosial.
Petirim A. Sorokin menyatakan, bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala‑gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, dinamika masyarakat dengan politik dan sebagainya. Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi memberikan definisi sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang strukur sosial dan proses, sosial termasuk di dalamnya perubahan‑perubahan sosial.
Ada dua ruang lingkup dalam sosiologi, yaitu statistika dan dinamika. Statistika yaitu ruang lingkup yang mempelajari hal-hal tentang dasar-dasar pergaulan hidup manusia. Dinamika yaitu hal-hal yang mempelajari hukum-hukum dan dalil-dalil tentang perubahan masyarakat.
Ada beberapa factor yang menyebabkan perubahan social dalam pergaulan hidup masyarakat yakni pendidikan dan pengajaran, proses social dalam berbagai bentuk, sarana komunikasi social, pengaruh budaya asing dan hukum yang diperankan dalam perubahan masyarakat. Contohnya:
Penggunaan kompres dingin, dulunya digunakan untuk menurunkan panas tetapi di jaman sekarang dapat digunakan kompres hangat/ hangat yang memiliki cara kerja yang lebih baik karena dengan kompres panas dapat mencegah vasokonstriksi pembuluh darah
Penggunaan spoit, dulunya spoit digunakan berulangkali pada pasien yang berbeda-beda, tetapi sekarang penggunaan spoit hanya digunakan sekali pakai lalu dibuang agar tidak terjadi penularan penyakit dari satu pasien ke pasien lainnya.Adanya perubahan status perawat, dulunya perawat dianggap hanya sebagai pembantu dokter, tetapi sekarang perawat adalah mitra dokter.
~        KONSEP MANUSIA
Manusia sebagai mahluk social di kodratkan sebagai subsistem terbuka dari lingkungan. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Jadi manusia sebagai anggota keluarga, kelompok, dan masyarakat perlu berinteraksi dan menciptakan hubungan antara manusia, karena dengan berinteraksi dan menciptakan hubungan antara manusia akan menghasilkan hubungan yang dinamis yaitu yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok, maupun orang dengan kelompok manusia.Manusia sebagai mahluk yang utuh dan unik serta merupakan mahluk Bio-Psikososial dan Spritual juga mempunyai kebutuhan dan tujuan hidup. Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia mencoba belajar menggali dan menggunakan sumber-sumber yang diperlukan berdasarkan potensi dengan segala keterbatasannya. Sedangkan untuk mencapai tujuan hidup manusia juga tidak bisa lepas dari bantuan orang lain, misalnya kita ingin menjadi seorang perawat maka kita harus sekolah atau kuliah dan secara otomatis kita membutuhkan tenaga seorang pengajar.
Menurut Bauman manusia juga mempunyai hasrat atau kecenderungan bernaluri antara lain sebagai berikut :
1.Kecenderungan social, yaitu untuk menggabungkan dirinya dengan individu lainnya dalam bentuk kelompok
2.Rasa harga diri, yaitu supaya kelihatan berharga menurut pandangan orang lain
3.Kecenderungan untuk patuh, menurut dan ada hasrat untuk tunduk dan sukarela, terpaksa ataupun motif lainnya
4.Kecenderungan meniru, yaitu adanya keinginan untuk meniru orang-orang yang dikaguminya
5.Hasrat tolong-menolong dan simpatik, yaitu turut merasakan sesuatu yang dirasakan oleh orang lain.
6.Hasrat berjuang yaitu adanya keinginan untuk mengalahkan lawan
7.Hasrat untuk mendapatkan kebebasan, yaitu hasrat untuk menghindarkan diri dari kekangan.
Kaitannya dengan tugas kita sebagai seorang perawat :
Dalam menghadapi pasien atau klien kita harus bisa menciptakan hubungan yang baik dengan menggunakan pendekatan secara komprehensif agar kita tidak canggung menceritakan penyakit dan semua keluhan yang dialaminya. Dan di situlah kita sebagai seorang perawat harus menolong untuk mengatasi penyakitnya.
~        KONSEP BUDAYA
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu Budhayah yang merupakan bentuk jamak kata Budhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan budi atau akal.
Fungsi kebudayaan antara lain :
a.      Melindungi masyarakat terhadap alam sekitarnya
Kebudayaan ini sangat membantu manusia terhadap ancaman lingkungan. Seseorang biasanya sakit karena ketidakmampuannya berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan adanya kebudayaan yang di dalamnya terdapat kepercayaan manusia dapat sehat kembali.
b.      Mewujudkan tata tertib dalam pergaulan masyarakat
Di dalam kebudayaan terdapat norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Misalnya budaya masyarakat di dalam kebudayaan seseorang lelaki harus melamar anak gadis terlebih dahulu sebelum menikah.
c.       Memuaskan seuautu rangkaian hasrat naluri dalam kebutuhan hidup dari mahluk hidup. Kebudayaan merupakan karya, rasa dan cipta.
Unsur-unsur kebudayaan antara lain :
1. Teknologi berkaitan dengan peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2. Norma, memungkinkan kerjasama para anggota masyarakat
3. Ekonomi berkaitan dengan mata pencaharian dan system ekonomi
4. Kekuatan, berkaitan dengan kekuatan politik.
Sehubungan dengan tugas kita sebagai seorang perawat maka budaya adalah hal-hal yang berhubungan dengan akal, karya, cipta, rasa, karsa dan yang paling penting menurut Sir Edward Tylor merupakan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan sebagai anggota masyarakat. Perawat yang berbudaya memiliki cipta, rasa, dan karsa. Cipta artinya kemampuan perawat berpikir tentang bagaimana dia menyelesaikan masalah yang dihadapinya misalnya dengan berpikir kritis. Rasa yaitu perawat harus memiliki rasa empati dan simpati. Sedangkan karya yaitu perawat dalam memberikan perawatan sebaiknya tidak memanfaatkan hal-hal yang ada saja, dia juga harus berkarya sesuai dengan kemajuan teknologi. Jadi fungsi kebudayaan adalah sebagai patokan atau pedoman mempelajari manusia dengan melihat kebiasaan-kebiasaan manusia itu sendiri. Misalnya dalam menghadapi pasien yang berbeda.
~  KONSEP KEELUARGA
     Jika seorang pria dan wanita telah melalui jenjang pernikahan maka mereka berarti telah memulai kehidupan baru yang akhirnya melahirkan tanggungg jawab baru. Mereka berdua pun akan melaksanakan fungsi- fungsi sebuah keluarga. Fungsi-fungsi keluarga meliputi : fungsi biologis, fungsi sosialisasi anak, fungsi afeksi, fungsi educatif, fungsi religius, fungsi protektif, fungsi rekreatif, fungsi ekonomi, dan fungsi penentuan status. Fungsi Biologis. Keluarga yang dibentuk melalui ikatan perkawinan merupakan sarana yang sah bagi pasangan suami-istri untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Jadi keluarga berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan biologis manusia, yang secara khusus dalam bentuk hubungan seks, agar manusia tidak memenuhi kebutuhan tersebut secara bebas seperti binatang.
Fungsi Sosialisasi Anak. Anak memperoleh sosialisasi yang pertama di lingkungan keluarganya. Orangtuanya mempersiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat yang baik. Dengan melaksanakan fungsi sosialisasi ini dapat dikatakan bahwa keluarga berkedudukan sebagai penghubung anak dengan kehidupan social di masyarakat. Fungsi Afeksi. Anak, terutama pada saat masih kecil, berkomunikasi dengan lingkungannya dan orangtuanya dengan keseluruhan kepribadiannya. Ia dapat merasakan dan menangkap suasana perasaan yang meliputi orangtuanya pada saat anak berkomunikasi dengan mereka. Oleh karena itu, orangtua, terutama ibu, harus melaksanakan fungsi afeksi (perasaan) ini dengan baik agar jiwa anak tumbuh dengan sehat.
Fungsi Educatif. Fungsi educatif atau fungsi pendidikan keluarga merupakan salah satu tanggung jawab yang paling penting yang dipikul oleh orangtua. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Kehidupan keluarga sehari-hari tertentu beralih menjadi situasi pendidkan yang dihayati oleh anak-anaknya. Karena sekarang berbagai kemampuan yang harus dikuasai anak begitu kompleksnya, maka tidak semua hal dapat diajarkan atau dididik oleh orangtua, sehingga anak-anak harus sekolah. Namun demikian, pendidikan di keluarga tetap merupakan dasar atau landasan utama bagi anak untuk mengembangkan pendidikan selanjutnya.
Fungsi Religius. Keluarga mempunyai fungsi religius. Artinya keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Pembinaan rasa keagamaan anak lebih awal lebih baik.di lingkungan keluarga pertama-tama anak mesti dibiasakan dalam kehidupan beragama tersebut. Anak akan mempunyai keyakinan agama dan landasan hidup yang kuat jika keluarganya mampu melaksankan fungsi religius ini dengan baik.
Fungsi Protektif atau Perlindungan. Di antara alasan seseorang melangsungkan pernikahan atau membentuk sebuah keluarga adalah untuk mendapatkan rasa keterjaminan atau keterlindungan hidupnya, baik secara fisik (jasmani) maupun psikologis (rohani). Misalnya seorang istri akan merasa hidupnya terjamin dan terlindungi serta tentram di samping suaminya. Dalam keluarga pun anak-anak merasa terlindungi oleh kasih sayang kedua orangtuanya. Jadi fungsi-fungsi perlindungan dari keluarganya terhadap anak meliputi perlindungan lahir dan batin.
Fungsi Rekreatif. Fungsi rekreatif sangat penting bagi anggota keluarga, karena dapat menjamin keseimbangan kepribadian anggota keluarga, memperkokoh kerukunan dan solidaritas keluarga, mengurangi ketegangan perasaan, meningkatkan saling pengertian dan meningkatkan rasa kasih saying.
Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi sangat penting bagi kehidupan keluarga, karena merupakan pendukung utama bagi keutuhan dan kelangsungan keluarga. Fungsi ekonomi keluarga meliputi pencari nafkah, perencanaan serta penggunaan, pelaksanaan fungsi ekonomi keluarga oleh dan untuk semua anggota keluarga mempunyai kemungkinan menambah saling pengertian, solidaritas dan tanggung jawab bersama dalam keluarga itu.
Fungsi Penentuan Status. Keluarga dapat berperan sebagai agen penentuan status bagi anggotanya. Keluarga dapat melakukan upaya pencegahan terhadap anggota agar tidak melakukan perilaku menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Keluarga juga dapat melakukan upaya kreatif, misalnya dengan mengingatkan, menyadarkan ataupun menghukum anggota kelurganya yang telah melakukan perilaku menyimpang atau melanggar nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk dapat memahami lebih lanjut tentang keluarga maka kita harus memahami tentang karakteristik atau ciri khusus keluarga. Adapun ciri-cirinya yaitu hubungan berpacaran dua sejoli, diikuti pernikahan, pengakuan akan keturunan, kehidupan ekonomi yang diselenggarakan dan dinikmati bersama, serta kehidupan berumah tangga.
Setelah mengetahui karakteristik atau ciri khas keluarga kita pun harus mengetahui tipe-tipe keluarga. Yang termasuk tipe-tipe keluarga yaitu :
Keluarga Batin (Nuclear Family) ialah kelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya yang belum mengikatkan diri dalam membentuk keluarga tersendiri.
Keluarga Luas (Extended Family) yaitu keluarga yang terdiri dari semua orang yang berketurunan dari kakek dan nenek yang sama, termasuk masing-masing istri dan suami.
Keluarga Pangkal (Stream Family) yaitu sejenis keluarga yang menggunakan sistem pewarisan kekayaan pada satu anak yang paling tua.
Keluarga Gabungan (Joint Family) yaitu keluarga yang terdiri atas orang-orang yang berhak atau hak milik keluarga, antara lain saudara laki-laki pada setiap generasi.
Keluarga Prokreasi dan Keluarga Orientasi, keluarga prokreasi adalah sebuah keluarga yang individunya merupakan orangtua. Adapun keluarga orientasi adalah keluarga yang individunya merupakan salah seorang keturunan.
Sesudah kita mengetahui tipe-tipe keluarga dan pengertiannya masing-masing, maka kita dapat lihat letak perbedaannya yaitu pada jumlah anggota dari setiap tipe-tipe keluarga tersebut.
       Kaitannya dengan kita sebagai seorang perawat :
Seorang perawat perlu menyikai peran klien dalam keluarga dan menyikapi bagaimana keadaan keluarga jika salah satu anggota keluarga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Seorang perawat hendaknya memberi dorongan psikis kepada kliennya dalam menghadapi masalah yang ada kaitannya dengan keluarga.

~        KONSEP KEPERCAYAAN ATAU AGAMA
Dalam kehidupan, manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan mengenal adanya kepercayaan. Di mana kepercayaan ini merupakan suatu keyakinan pada sesuatu yang tampak atau tidak tampak yang menguasai alam gaib, yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan atau tidak dapat berupa benda atau mahluk gaib.
Dalam kepercayaan sangat berkaitan dengan agama di mana definisi agama adalah tidak kacau. Sedangkan menurut istilah suatu ajaran atau tuntunan yang menjadi pedoman hidup bagi seseorang untuk menciptakan kehidupan yang damai, sejahtera, aman dan menuju kepada kebenaran atau keselamatan.
Tapi dalam kepercayaan banyak masyarakat yang beranggapan bahwa mahluk-mahluk yang menempati bumi ini yang dipercayai masyarakat sangat sakral diantaranya dewa-dewa yang baik maupun yang jahat, mahluk-mahluk halus seperti roh-roh leluhur dan roh-roh lainnya yang baik maupun yang jahat, kekuatan yang bisa berguna maupun yang bisa menyebabkan bencana.
Peran kita sebagai seorang perawat :
Perawat hendaknya memberikan Health Education di mana kita sebagai perawat apabila menemukan pasien dengan penyakit yang dialami terlebih dahulu kita menjelaskan diagnosa dari penyakit itu dan sebab-sebab timbulnya penyakit. Dengan jalan ini maka kemungkinan besar kita diberikan kepercayaan dari pasien itu sendiri bahwa sebenarnya ada namun memiliki tempat sendiri. Kita tidak dapat diganggu karena mereka memiliki tempatnya sendiri.
~        KONSEP KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungan. Melihat kenyataannya masyarakat dibagi atas perkembangannya, yaitu masyarakat sederhana dan masyarakat maju..
Masyarakat sederhana adalah masyarakat yang pola pembagian kerjanya cenderung menurut jenis kelamin. Dimana cirri-ciri masyarakat ini sendiri :
1.pertautan merupakan kepntingan masyarakat
2.mengutamakan kualitas manusia,
Masyarakat maju adalah masyarakat yang cepat sekali menerima kemajuan IPTEK. Masyarakat yang memiliki aneka ragam kelompok social yang bercirikan:
1.heterogenitas
2.mobilitas social
3.individual
Dengan demikian timbul suatu struktur antar hubungan social yang beraneka ragam, dimana dalam setiap masyarakat tercipta hubungan timbale balik. Begitupun antara kebudayaan dan masyarakat. Dengan kebudayaan masyarakat dapat mengetahui bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikap, serta berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Kebudayaan dengan kesehatan sebagaimana kita lihat dalam kehidupan masyarakat sederhana, masih banyak membudaya tentang cara memberikan makanan pada anak-anak mereka, dimana biasanya si ibu mengunyah makanan terlebih dahulu kemudian diberikan pada anaknya. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Misalnya saja TBC. Jadi jelas bahwa peran perawat di sini sangatlah penting dalam melakukan penyuluhan kesehatan.
~        KONSEP PERAN SOSIOLOGI
Menurut teori ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario yang disusun oleh masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya. Dalam skenario itu sudah `tertulis” seorang Presiden harus bagaimana, seorang gubernur harus bagaimana, seorang guru harus bagaimana, murid harus bagaimana. Demikian juga sudah tertulis peran apa yang harus dilakukan oleh suami, isteri, ayah, ibu, anak, mantu, mertua dan seterusnya. Menurut teori ini, jika seseorang mematuhi skenario, maka hidupnya akan harmoni, tetapi jika menyalahi skenario, maka ia akan dicemooh oleh penonton dan ditegur sutradara. Dalam era reformasi sekarang ini nampak sekali pemimpin yang menyalahi scenario sehingga sering didemo public.
Park menjelaskan dampak masyarakat atas perilaku kita dalam hubungannya dengan peran, namun jauh sebelumnya Robert Linton (1936), seorang antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial.
Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh belah tahun, mempunyai istri/suami pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam puluh tahun.
Di Indonesia berbeda, usia sekolah dimulai sejak tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia” (age grading). Dalam masyarakat kontemporer kehidupan kita dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacam-macam pembagian lagi.
~        KONSEP GLOBALISASI
Pengertian Globalisasi
Pengertian Globalisasi menurut beberapa ahli adalah :
1. Selo Soemardjan : globalisasi adalah suatu proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antarmasyarakat di seluruh dunia. Tujuan globalisasi adalah untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah tertentu yang sama misalnya yerbentuknya PBB, OKI
2. Menurut Anthony Giddens (1989), proses peningkatan kesalingtergantungan masyarakat dunia dinamakan dengan globalisasi. Ditandai oleh kesenjangan tingkat kehidupan antara masyarakat industri dan masyarakat dunia ketiga(yang pernah dijajah Barat dan mayoritas hidup dari pertanian)
Globalisasi terbentuk oleh adanya kemajuan teknologi di bidang komunikasi dunia. Biasanya unsur globalisasi yang mudah diterima masyarakat adalah berupa teknologi tepat guna dan mudah aplikasinya, pendidikan formal serta unsur yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Sedang unsur globalisasi yang sulit diteriba biasanya berupa teknologi yang rumit dan mahal, menyangkut ideologi, politik dan kepercayaan serta sukar disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masyarakat.
Masyarakat penerima globalisasi ada yang mampu menerima globalisasi tersebut atau ada yang menolak. Adapun mereka yang menolak biasanya adalah :
1. kelompok masyarakat yang belum mapan atau belum siap menerima perubahan
2. kelompok masyarakat tertinggal yang terasing
3. kelompok masyarakat dari kalangan generasi tua yang cenderung mencurigai globalisasi

Adapun kelompok masyarakat atau individu yang menerima globalisasi adalah

1. kelompok masyarakat yang kedudukan atau status sosialnya sudah mapan
2. kelompok masyarakat kota yang telah menikmati berbagai media komunikasi dan informasi globalisasi
3. kelompok masyarakat dari kalangan generasi muda yang memiliki kecenderungan terbuka menerima unsur-unsur perubahan dan modernisasi

Proses Globalisasi

1. Bangkitnya perekonomian internasional, ditandai dimulai dengan adanya perdagangan
internasional (adanya jalur dagang sutra Cina 1000 - 1500 SM )
2. Dominasi perdagangan kaum Muslim di Asia dan Afrika
3. Eksplorasi dunia oleh negara-negara Eropa
4. Munculnya perusahaan - perusahaan multinasional
5. Runtuhnya komunisme dan menyebarnya kapitalisme
Dampak Perubahan Sosial Budaya sebagai Akibat Modernisasi dan Globalisasi
~        KONSEP PENYIMPANGAN

B.      GENERALISASI SOSIOOGI
C.      TORI-TEORI SOSIOLOGI
1.      TEORI LEWIS A COSER
Lewis A Coser lahir di Berlin, tahun 1913. Ia memusatkan perhatiannya pada kebijakan sosial dan politik. Pasca Perang Dunia II, tamatan Universitas Columbia (1968) ini mengajar di Universitas Chicago dan Universitas Brandeis tempat dimana dia dinobatkan gelar guru besar. Tahun1975 Lewis Coser terpilih menjadi Presiden American Sociological Association (ASA). Coser juga aktif sebagai columnis di berbagai jurnal. Tulisan Coser yang terkenal adalah Greedy Institutions alias Institusi Tamak.
Penulis buku The Functons of Social Conflict ini, mengutip dan mengembangkan gagasan George Simmel untuk kemudian dikembangkan menjadi penjelasan-penjelasan tentang konflik yang menarik. Coser mengkritik dengan cara menghubungkan berbagai gagasan Simmel dengan perkembangan fakta atau fenomena yang terjadi jauh ketika Simmel masih hidup. Ia juga mengkritisi dan membandingkannya dengan gagasan sosiolog-sosiolog klasik. Menambahkan dengan gagasan seperti dinyatakan ahli psikologi seperti Sigmund Freud.
Hal yang menarik dari Coser adalah bahwa ia sangat disiplin dalam satu tema. Coser benar-benar concern pada satu tema-tema konflik, baik konflik tingkat eksternal maupun internal. Ia mampu mengurai konflik dari sisi luar maupun sisi dalam. Jika dihubungkan dengan pendekatan fungsionalisme, nampak ada upaya Coser untuk mengintegrasikan fungionalisme dengan konflik. Menurut George Ritzer dalam melakukan kombinasi itu, baik teori fungsionalime maupun teori konflik akan lebih kuat ketimbang berdiri sendiri.
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), Coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut. Coser mengakui beberapa susunan struktural merupakan hasil persetujuan dan konsensus, suatu proses yang ditonjolkan oleh kaum fungsional struktural, tetapi dia juga menunjuk pada proses lain yaitu konflik sosial. Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering melihat konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu.
Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial adalah premature. Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalah sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx.  Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi dimana isi dunia empiris dapat ditempatkan.
Penjelasan tentang teori konflik Simmel sebagai berikut:
·         Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisa.
·         Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.

Ikatan Kelompok Dan Pemeliharaan Fungsi-Fungsi Konflik Sosial
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok.  Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial di sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Di dunia internasional kita dapat melihat bagaimana, apakah dalam bentuk tindakan militer atau di meja perundingan mampu menetapkan batas-batas geografis nasional. Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, oleh karena konflik kelompok-kelompok baru dapat lahir dan mengembangkan identitas strukturalnya. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktek- praktek ajaran Katolik Pra-Konsili Vatican II) dan Gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan Gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Katup Penyelamat
Katup penyelamat atau safety valve ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. “katup penyelamat” membiarkan luapan permusuhan tersalur tanpa menghancurkan seluruh struktur, konflik membantu “membersihkan suasana”  dalam kelompok yang sedang kacau. 
Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat  ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah lembaga pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah  sistem atau struktur. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Coser; lewat katup penyelamat itu, permusuhan dihambat agar tidak berpaling melawan obyek aslinya. Tetapi penggantian yang demikian mencakup juga biaya bagi sistem sosial maupun bagi individu: mengurangi tekanan untuk menyempurnakan sistem untuk memenuhi kondisi-kondisi yang sedang berubah maupun membendung ketegangan dalam diri individu, menciptaan kemungkinan tumbuhnya ledakan-ledakan destruktif.
Konflik Realistis Dan Non Realistis
Dalam membahas berbagai situasi konflik Coser membedakan konflik yang realistis dan yang tidak realistis.
  1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
  2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
Banyak individu kelas menengah dan kelas pekerja menunjukkan prasangka terhadap “orang-orang miskin penerima bantuan kesejahteraan sosial” (bumson welfare) melalui penyalahgunaan pajak pendapatan yang diperoleh dengan susah payah. Tetapi yang sebenarnya terjadi ialah bahwa sebagian besar pajak tersebut lebih banyak jatuh ke tangan kaum kaya dalam bentuk subsidi atau secara tidak langsung melalui pemotongan pajak, daripada dalam bentuk bantuan kesejahteraan bagi kaum miskin. 
Dengan demikian dalam satu situasi bisa terdapat elemen-elemen konflik dan non-realistis. Konflik realistis khususnya dapat diikuti oleh sentiment-sentimen yang secara emosional mengalami distorsi oleh karena pengungkapan ketegangan tidak mungkin terjadi dalam situasi konflik yang lain.
Permusuhan Dalam Hubungan-Hubungan Sosial Yang Intim
Menurut Coser terdapat kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik reaistis tanpa sikap permusuhan atau agresif. Sebagai contoh adalah: Dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing-masing secara agresif dan teliti melindungi kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu. Contoh-contoh dimana konflik tidak diikuti oleh rasa permusuhan biasanya terdapat pada hubungan-hubungan yang bersifat parsial atau segmented, daripada hubungan yang melibatkan keseluruhan pribadi pada peserta.
Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut. Contoh: Seperti konflik antara suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.
Isu Fungsionalitas Konflik
Coser Mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. Dia menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat. 
Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.

Kondisi Yang Mempengaruhi Konflik Dengan Kelompok Luar Dan Struktur Kelompok
Coser menunjukkan bahwa konflik dengan kelompok-luar akan membantu pemantapan batas-batas struktural. Sebaliknya konflik dengan kelompok luar juga dapat mempertinggi integrasi di dalam kelompok. Coser (1956:92-93) berpendapat bahwa “tingkat konsensus kelompok sebelum konflik terjadi” merupakan hubungan timbal balik paling penting dalam konteks apakah konflik dapat mempertinggi kohesi kelompok.  Coser menegaskan bahwa kohesi sosial dalam kelompok mirip sekte itu tergantung pada penerimaan secara total selurh aspek-aspek kehidupan kelompok. Untuk kelangsungan hidupnya kelompok “mirip-sekte” dengan ikatan tangguh itu bisa tergantung pada musuh-musuh luar. Konflik dengan kelompok-kelompok lain bisa saja mempunyai dasar yang realistis, tetapi konflik ini sering (sebagaimana yang telah kita lihat dengan berbagai hubungan emosional yang intim) berdasar atas isu yang non-realistis. 
Coser mengutip berbagai contoh fenomena itu dari catatan-catatan historis mengenai kelahiran serta perkembangan serikat-serikat buruh. Akan tetapi contoh yang sama dapat diitemukan pada bangsa yang sedang berperang, pada kelahiran sekte keagamaan atau diantara kelompok-kelompok politik ekstrim di suatu Negara. Sementara kontroversi internal tidak dapat ditolerir, misalnya di antara kelompok-kelompok keagamaan mirip sekte seperti “The Children of God”, perjuangan kelompok tersebut melawan kaum kafir mungkin memperkuat kemampuannya untuk menarik serta memperahankan orang-orang yang baru masuk agamanya. Bilamana perjuangan yang membawa kelompok demikian untuk memperhatikan media perkabaran tiba-tiba terhenti, Coser mengatakan musuh-musuh baru mungkin mencoba untuk lebih memperkuat perkembangan dan peningkaan kohesi kelompok-kelompok yang demikian tak hanya mencapai identitas struktural lewat oposisi dengan berbagai kelompok luar tetapi dalam perjuangannya juga mengalami peningkatan integrasi dan kohesi. 
Bilamana contoh tentang “The Children of God” itu dilanjutkan maka kita dapat melihat penjelasan dari proposisi yang berhubungan dengan ideology dan konflik. Para anggota sekte terebut sering digambarkan sebagai kelompok fanatik. Singkatnya, bilamana terdapat consensus dasar mengenai nilai-nilai inti yang ada dalam suatu kelompok maka konflik dengan berbagai out-groups dapat memperkuat kohesi internal suatu kelompok. Coser menyatakan bahwa kelompok-kelompok pejuang yang diorganisir secara kaku mencari musuh demi mempermudah kesatuan dan kohesi mereka. 
Dengan demikian jelas bahwa fungsionalisme tahun 1950-an, yang terfokus pada masalah integrasi, telah mengabaikan isu konflik di dalam masyarkat. Pendekatan ini cenderung melihat konflik bersifat mersak dan memecahbelah. Coser menunjukkan bahwa konflik dapat merupakan sarana bagi keseimbangan kekuatan, dan lewat sarana demikian kelompok-kelompok kepentingan melangsungkan masyarakat. 

Kritik Terhadap Strukturalisme Konflik
Walaupun Coser kadang-kadang ditempatkan di dalam satu paradigma yang berbeda dari kaum fungsionalis struktural lainnya, tetapi lewat kajian cermat atas karyanya terlihat bahwa Coser tetap memiliki komitmen dengan pandangan teoritis yang utama. Sumbangan Coser pada teori yang tetap terikat pada tradisi fungsionalisme itu, walaupun tidak seketat model naturalis, dapat dilihat dari asumsi-asumsi dasar tentang manusia dan masyarakat yang implicit tercakup dalam teorinya. Coser mengatakan bahwa dia lebih menganggap teori konflik sebagai teori parsial daripada sebagai pendekatan yang dapat menjelaskan seluruh realitas sosial. Dia sependapat dengan Robin William yang menyatakan “masyarakat aktual terjalin bersama oleh konsensus, oleh saling ketergantungan, oleh sosiabilitas dan oleh paksaan. Tugas yang sesungguhnya ialah menunjukkan bagaimana berbagai proses serta struktur sosial aktual yang berjalan di sana dapat diramalkan dan dijelaskan. Pandangan Coser tentang teori sosiologis adalah suatu kesatuan pandangan yang mencakup teori-teori konflik maupun konsensus  yang parsial. Teori-teori parsial demikian itu merangsang para pengamat sehingga peka terhadap satu atau lebih perangkat data yang relevan bagi penjelasan teoritis yang menyeluruh. 
Dalam tradisi Durkheim, yang menekankan bahwa untuk menjelaskan fakta sosial, sosiologi harus menggunakan fakt-fakta sosial lainnya, Coser mengetengahkan kebutuhan teori sosiologis yang menggunakan indikator obyektif untuk menjelaskan realitas sosial. Bagi Coser realitas bukan merupakan realitas subyektif seperti rumusan Charles Horon Cooley atau George Herbert Mead, tetapi realitas obyektif seperti yang dimaksud oleh Durkheim dan kaum fungsionalisme lainnya. Dengan demikian orang dihambat oleh kekuatan struktur sosial yang membatasi kebebasan dan kreativitas. 
Jelaslah bagi Coser maupun kaum fungsionalisme struktural bahwa struktur sosial ada di dalam dirinya sendiri dan bergerak sebagai kendala. Coser mengungkapkan “sosiologi konflik harus mencari nilai-nilai serta kepentingan-kepentingan yang tertanam secara struktural sehingga membuat manusia saling terlibat dalam konflik, bilamana ia tidak ingin larutkan kedalam penjelasan psikologis mengenai agresivitas bawaan, dosa turunan, atau kebengalan manusia. Apa yang disumbangkan Coser kepada orientasi fungsionalisme ialah deskripsi mengenai bagaimana struktur-struktur sosial itu dapat merupakan produk konflik dan bagaimana mereka dipertahankan oleh konflik. Proposisinya sebagian besar berkisar di seputar intensitas dan fungsi konflik bagi lembaga-lembaga sosial.
Walaupun Coser terikat pada kesatuan teori masyrakat yang ilmiah, tetapi dia menolak setiap gerakan kearah naturalism atau determinisme yang ekstrim pada setiap tindakan manusia. Pendekatan ini terlihat dalam orientasi metodologisnya yang bebas menggunakan sejarah sebagai sumber data untuk mendukung pernyataan-pernyataan teoritisnya. Seperti banyak karya-karya yang disebut sebagai teori dalam sosiologi, karya Coser juga mengandung kelemahan-kelemahan metodologis.
2.TEORI EMILE DURKHEIM
            Emile Durkheim sebagai suatu ilmu yang mempelajari apa yang dinamakan fakta sosial, yang berisikan cara bertindak, berpikir dan berperasaan yang berada di luar individu yang mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Lebih lanjut  Durkheim menjelaskan bahwa fakta sosial merupakan setiap cara bertindak, yang telah baku ataupun tidak, yang dapat melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu. Fakta sosial dapat dicontohkan seperti; hukum, moral, kepercayaan, adat-istiadat, tata cara berpakaian, dan kaidah ekonomi. Fakta sosial seperti inilah yang menurut Durkheim menjadi pokok perhatian dari sosiologi. Lebih jelasnya mengenai konsep fakta sosial tersebut, Durkheim menyajikan sejumlah contoh, salah satu diantaranya adalah pendidikan anak; sejak bayi seorang anak diwajibkan makan, minum, tidur pada waktu tertentu; diwajibkan taat, dan menjaga kebersihan serta ketenangan, dan lain sebagainya.

3.      TEORI MAX WEBER
            Max Weber dalam kajiannya mengenai konsep dasar sosiologi menjelaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Hal ini dikarenakan tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut sebagai tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. Lebih jelas pendapat Weber ini dapat dicontohkan dengan menulis puisi untuk menghibur diri sendiri tidak dapat dianggap sebagai tindakan sosial, tetapi ketika puisi tersebut diberikan kepada seorang kekasih maka hal tersebut baru bisa dikatakan sebagai tindakan sosial.
            Suatu tindakan menurut Weber adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Oleh karena sosiologi bertujuan memahami mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran bermakna, harus dapat membayangkan dirinya di tempat pelaku untuk dapat menghayati pengalamannya. Hanya dengan menempatkan diri di pemukiman kumuh atau di kawanan pencopetlah seorang ahli sosiologi dapat memahami makna subjektif tindakan sosial mereka, memahami mengapa tindakan sosial tersebut dilakukan serta dampak dari tindakan tersebut.
4.      TEORI PETER L. BERGER
            Peter L. Berger mengungkapkan bahwa pemikiran sosiologis berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, dan nyata. Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis, maka mulailah orang melakukan renungan sosiologis. Lebih lanjut Berger mengajukan berbagai citra yang melekat pada ahli sosiologi, seperti; sebagai seseorang yang suka bekerja dengan orang lain, menolong orang lain, melakukan sesuatu untuk orang lain, atau seorang teorikus dibidang pekerja sosial, sebagai seseorang yang melakukan reformasi sosial, dan lain sebagainya. Berger mengemukakan bahwa berbagai citra yang dianut oleh orang tersebut tidak tepat, keliru dan bahkan menyesatkan. Menurut Berger, seorang ahli sosiologi bertujuan memahami masyarakat, Tujuannya bersifat teoritis, yaitu hanya memahami semata-mata. Lebih lanjut Berger mengatakan bahwa daya tarik sosiologi terletak pada kenyataan bahwa sudut pandang sosiologis memungkinkan kita untuk memperoleh gambaran lain mengenai dunia yang telah kita tempati sepanjang hidup kita.
            Konsep lain yang disoroti Berger adalah konsep ‘masalah sosiologis’. Menurut Berger suatu masalah sosiologi tidak sama dengan suatu masalah sosial. Masalah sosiologi menurut Berger menyangkut pemahaman terhadap interaksi sosial.

5.      TEORI AUGUSTE COMTE
            Perjalanan  Hidup dan Karya Comte serta Pandangannya tentang Ilmu Pemgetahuan. Auguste Comte adalah seseorang yang untuk pertama kali memunculkan istilah “sosiologi” untuk memberi nama pada satu kajian yang memfokuskan diri pada kehidupan sosial atau kemasyarakatan. Saat ini sosiologi menjadi suatu ilmu yang diakui untuk memahami masyarakat dan telah berkembang pesat sejalan dengan ilmu-ilmu lainnya. Dalam hal itu, Auguste Comte diakui sebagai “Bapak” dari sosiologi.
            Auguste Comte pada dasarnya bukanlah orang akademisi yang hidup di dalam kampus. Perjalanannya di dalam menimba ilmu tersendat-sendat dan putus di tengah jalan. Berkat perkenalannya dengan Saint-Simon, sebagai sekretarisnya, pengetahuan Comte semakin terbuka, bahkan mampu mengkritisi pandangan-pandangan dari Saint-Simon. Pada dasarnya Auguste Comte adalah orang pintar, kritis, dan mampu hidup sederhana tetapi kehidupan sosial ekonominya dianggap kurang berhasil.
Pemikirannya yang dikenang orang secara luas adalah filsafat positivisme, serta memberikan gambaran mengenai metode ilmiah yang menekankan pada pentingnya pengamatan, eksperimen, perbandingan, dan analisis sejarah.
Pemikiran Auguste Comte Tentang Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial
Perkembangan masyarakat pada abad ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang positif (positive stage). Tahapan ini diwarnai oleh cara penggunaan pengetahuan empiris untuk memahami dunia sosial sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.
Sosiologi adalah menyelidiki hukum-hukum tindakan dan reaksi terhadap bagian-bagian yang berbeda dalam sistem sosial, yang selalu bergerak berubah secara bertahap. Hal ini merupakan hubungan yang saling menguntungkan (mutual relations) di antara unsur-unsur dalam suatu sistem sosial secara keseluruhan.
Penjelasan mengenai gejala sosial, menurut Comte dapat diperoleh melalui 1) kajian terhadap struktur masyarakat berdasarnya konsep statika sosial, dan 2) kajian perubahan atau perkembangan masyarakat berdasarkan konsep Comte yang disebut dinamika sosial (social dynamics). Comte mendefinisikan statika sosial sebagai kajian terhadap kaidah-kaidah tindakan (action) dan tanggapan terhadap bagian-bagaian yang berbeda dalam suatu sistem sosial (Ritzer, 1996). Sedangkan dinamika sosial adalah studi yang berupaya mencari kaidah-kaidah tentang gejala-gejala sosial di dalam rentang waktu yang berbeda. Berbeda dengan itu, statika sosial hanya mencari kaidah- kaidah gejala sosial yang bersamaan waktu terjadinya.
6.      TEORI HERBERT SPENCER
Riwayat HIdup dan Awal Karir Herbert Spencer
Herbert Spencer adalah seorang filsuf, sosiolog pengikut aliran sosiologi organis, dan ilmuwan pada era Victorian yang juga mempunyai kemampuan di bidang mesin. Pemuda Spencer pada usia 17 tahun diterima kerja di bagian mesin untuk perusahaan kereta api London dan Birmingham. Kariernya bagus sehingga dipercaya sebagai wakil kepala bagian mesin. Setelah beberapa waktu lamanya bekerja di perusahaan kereta api, kemudian pindah pekerjaan menjadi redaktur majalah The Economist yang saat itu terkenal.
Spencer mempunyai sebuah kemampuan yang luar biasa dalam hal mekanik. Hal ini akan ikut serta mewarnai seluruh imajinasinya tentang biologi dan sosial di masa yang akan datang. Spencer adalah seorang pembaca yang luar biasa, kolektor yang tekun mengumpulkan fakta-fakta mengenai masyarakat di manapun di dunia ini, dan penulis yang produktif. Ia mengembangkan sistem filsafat dengan aspek-aspek utiliter dan evolusioner. Spencer membangun utiliterisme jeremy Bentham. Spencerlah yang menggunakan istilah Survival of the fittest pertama kali dalam karyanya Social Static (1850) yang kemudian dipopulerkan oleh Charles Darwin. Spencer selain menerbitkan buku lepas, juga menerbitkan buku dan artikel berseri. Beberapa diantaranya adalah Programme of a System of Synthetic Philosophy (1862-1896) yang meliputi biologi, psikologi, dan etika.
Spencer mempopulerkan konsep ‘yang kuatlah yang akan menang’ (Survival of the fittest) terhadap masyarakat. Pandangan Spencer ini kemudian dikenal sebagai ‘Darwinisme sosial’ dan banyak dianut oleh golongan kaya (Paul B Horton dan Chester L. Hunt, Jilid 2 1989: 208).
Terbitnya buku Principles of Sociology karya Herbert Spencer yang berisi pengembangan suatu sistematika penelitian masyarakat telah menjadikan sosiologi menjadi populer di masyarakat dan berkembang pesat. Sosiologi berkembang pesat pada abad 20, terutama di Perancis, Jerman, dan Amerika
Pandangan Herbert Spencer tentang Sosiologi
Spencer adalah orang yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret. Tindakan ini kemudian diikuti oleh para sosiolog sesudahnya, baik secara sadar atau tidak sadar.
Spencer memperkenalkan pendekatan baru sosiologi yaitu merekonsiliasi antara ilmu pengetahuan dengan agama dalam bukunya First Prinsciple. Dalam bukunya ini Spencer membedakan fenomena tersebut dalam 2 fenomena yaitu fenomena yang dapat diketahui dan fenomena yang tidak dapat diketahui. Di sini Spencer kemudian mencoba menjembatani antara ilham dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya Spencer memulai dengan 3 garis besar teorinya yang disebut dengan tiga kebenaran universal, yaitu adanya materi yang tidak dapat dirusak, adanya kesinambungan gerak, dan adanya tenaga dan kekuatan yang terus menerus. Di samping tiga kebenaran universal tersebut di atas, menurut Spencer ada 4 dalil yang berasal dari kebenaran universal, yaitu kesatuan hukum dan kesinambungan, transformasi, bergerak sepanjang garis, dan ada sesuatu irama dari gerakan.
Spencer lebih lanjut mengatakan bahwa harus ada hukum yang dapat menguasai kombinasi antara faktor-faktor yang berbeda di dalam proses evolusioner. Sedang sistem evolusi umum yang pokok menurut Spencer seperti yang dikutip Siahaan, ada 4 yaitu ketidakstabilan yang homogen, berkembangnya faktor yang berbeda-beda dalam ratio geometris, kecenderungan terhadap adanya bagian-bagian yang berbeda-beda dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan atau segregasi, dan adanya batas final dari semua proses evolusi di dalam suatu keseimbangan akhir.
Spencer memandang sosiologi sebagai suatu studi evolusi di dalam bentuknya yang paling kompleks. Di dalam karyanya, Prinsip-prinsip Sosiologi, Spencer membagi pandangan sosiologinya menjadi 3 bagian yaitu faktor-faktor ekstrinsik asli, faktor intrinsik asli, faktor asal muasal seperti modifikasi masyarakat, bahasa, pengetahuan, kebiasaan, hukum dan lembaga-lembaga. Giddings pada tahun 1890 meringkas ajaran sistem sosial yang telah disepakati oleh Spencer sendiri adalah sebagai berikut:
           
1.      Masyarakat adalah organisme atau superorganis yang hidup berpencar-pencar
2.      Antara masyarakat dan badan-badan yang ada di sekitarnya ada suatu equilibrasi tenaga agar kekuatannya seimbang.
3.      Konflik menjadi suatu kegiatan masyarakat yang sudah lazim
4.      Rasa takut mati dalam perjuangan menjadi pangkal kontrol terhadap agama
5.      Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol politik dan agama menjadi militerisme.
6.      Militerisme menggabungkan kelompok-kelompok sosial kecil menjadi kelompok sosial lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut memerlukan integrasi sosia.
7.      TEORI KARL MARKS
Marx, Kapitalisme, dan Komunisme
Karl Marx tidak semata-mata menjadi seorang komunis dengan begitu saja. Banyak tokoh yang ikut andil dan berperan dalam menjadikan Marx seorang yang berpandangan komunisme, antara lain Hegel, Feuerbach, Smith, juga Engels. Keempatnya, terutama filsafatnya Hegel, Feuerbach dan Engels, sangat kental mewarnai pemikiran Marx. Secara spesifik memang filsafatnya Hegel, yaitu yang berkaitan dengan konsep dialektik, menjadi titik tolak pemikiran Marx meskipun Marx mengkritisi filsafat itu karena dianggapnya sangat idealistik dan memiliki konsep yang terbalik. Marx sendiri mengemukakan konsep dialektika materialistik yang mengacu kepada berbagai struktur sosial yang di dalamnya tercermin konflik sosial dan juga menggambarkan upaya-upaya pembebasan atas eksploitasi para majikan kepada kaum buruh dalam semua proses produksi.
Marx, juga menyoroti perkembangan dan kebangkitan kapitalisme, di mana pandangan-pandangannya dianggap identik dengan gerakan pembebasan kaum buruh yang miskin dan tertindas oleh mereka yang memiliki berbagai sarana produksi, yaitu kaum borjuis. Konflik atau pertentangan kelas serta upaya-upaya pembebasan inilah yang menjadi titik sentral ajarannya Marx.

Dialektika dan Struktur Masyarakat Kapitalis
Perkembangan pemikiran Marx memang tidak lepas dari pengaruh filsuf-filsuf hebat seperti Hegel, Feuerbach, Smith, juga Engels. von Magnis membagi lima tahap perkembangan pemikiran marx yang dibedakan ke dalam pemikiran ‘Marx muda’ (young Marx) dan ‘Marx tua’ (mature Marx). Gagasan dan pemikirannya terutama diawali dengan kajiannya terhadap kritik Feuerbach atas konsep agamanya Hegel yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Tuhan. Marx yang materialistik benar-benar menolak konsep Hegel yang dianggapnya terlalu idealistik dan tidak menyentuh kehidupan keseharian,
Bagi Marx, agama hanya sekedar realisasi hakikat manusia dalam imajinasinya belaka, agama hanyalah pelarian manusia dari penderitaan yang dialaminya. Agama inilah yang merupakan simbol keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Marx mengadopsi sekaligus mengkritisi dialektikanya Hegel yang dianggapnya tidak realistik itu. Marx juga menganggap filsafatnya Hegel, yang idealistik itu, memiliki konsep yang terbalik.
Atas hal ini, Marx mengemukakan konsep dialektika materialistik yang mengacu kepada berbagai konsep struktur sosial. Dimana di dalamnya tercermin konflik sosial dengan yang menggambarkan upaya-upaya pembebasan atas eksploitasi para majikan kepada kaum buruh dalam semua proses produksi yang melibatkan dua kelas sosial yang berbeda, proletar dan borjuis. Kelas sosial inilah yang nantinya harus tidak ada karena, menurut Marx, pada suatu saat akan terwujud masyarakat komunisme; yaitu masyarakat sosialis karena runtuhnya kapitalisme, di mana di dalamnya tidak ada lagi kelas-kelas sosial dan tidak ada lagi hak kepemilikan pribadi. Inilah masyarakat yang menjadi obsesi Marx. Untuk mewujudkan hal ini, menurutnya, perlulah dilakukan analisis terhadap sistem ekonomi kapitalis.





BAB III
(PENUTUP)
KESIMPULAN
KRITIK DAN SARAN


DAFTAR PUSTAKA